sekilas.co – Sejumlah pengamat menilai bahwa rencana mengintegrasikan sekitar 18 juta penerima Program Keluarga Harapan (PKH) ke dalam Koperasi Desa/Kelurahan (Kopdes/kel) Merah Putih harus didahului dengan penguatan kelembagaan koperasi agar implementasinya berjalan efektif.
Ekonom sekaligus Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menjelaskan bahwa prinsip koperasi menempatkan anggota sebagai pemilik utama, sehingga proses pembentukan maupun pengembangannya tidak boleh semata-mata berorientasi pada pemenuhan target program pemerintah.
“Pemenuhan target keanggotaan tidak boleh mengaburkan prinsip dasar koperasi, yakni dari anggota, oleh anggota, untuk anggota,” kata Huda saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Sabtu.
Ia menambahkan bahwa PKH bertujuan menjaga daya beli keluarga miskin, sementara Kopdes Merah Putih diarahkan untuk mendorong pengembangan usaha ekonomi di tingkat desa.
“Jika dua tujuan ini dipadukan tanpa rancangan yang matang, keduanya bisa tidak mencapai hasil optimal,” ujarnya.
Menurut Huda, pengembangan koperasi seharusnya berangkat dari kebutuhan masyarakat melalui pendekatan bottom-up.
Ia menyarankan agar integrasi PKH dilakukan dengan memperkuat koperasi desa yang sudah berjalan, termasuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang dapat berbadan hukum koperasi, sehingga kebutuhan warga serta tingkat partisipasi mereka dapat terakomodasi sejak awal.
Sementara itu, Pengamat Koperasi yang juga Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES), Suroto, menilai bahwa rencana memasukkan jutaan penerima PKH ke Kopdes Merah Putih dapat memperkuat perekonomian desa, asalkan koperasi benar-benar disiapkan untuk memenuhi kebutuhan anggotanya.
“Integrasi ini akan efektif jika koperasi desa siap secara usaha dan tata kelola, sehingga penerima PKH tidak hanya tercatat sebagai anggota administratif, tetapi juga mendapatkan manfaat ekonomi yang nyata,” katanya.
Ia menekankan bahwa Kopdes Merah Putih harus memiliki kapasitas usaha yang memadai untuk meningkatkan pendapatan warga desa, bukan sekadar menjadi tempat penyaluran bantuan.
“Koperasi desa harus diposisikan sebagai lembaga usaha publik dengan keanggotaan terbuka bagi seluruh warga,” ujarnya.
Menurutnya, dengan dukungan kebijakan yang tepat, Kopdes Merah Putih berpotensi menjadi saluran utama distribusi barang bersubsidi serta akses pembiayaan bagi masyarakat desa, sehingga penyaluran bantuan lebih tepat sasaran dan penguatan ekonomi lokal dapat tercapai.
Untuk itu, Suroto mendorong kerja sama lintas lembaga seperti BUMN, Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB), hingga PT Agrinas Pangan Nusantara agar koperasi desa memiliki jaringan pemasaran dan mampu berfungsi sebagai offtaker bagi produk petani, nelayan, perajin, dan pelaku UMKM di desa.
“BUMN dan Kopdes Merah Putih harus bersinergi secara strategis dan menyeluruh,” tuturnya.
Para pengamat menegaskan bahwa keberhasilan kebijakan sangat ditentukan oleh kesiapan layanan koperasi, tersedianya akses usaha yang nyata bagi anggota, serta keterlibatan masyarakat desa dalam perencanaan dan proses pengambilan keputusan.
Sebelumnya, pemerintah menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2025 mengenai percepatan pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, yang menargetkan pembentukan 80.000 unit koperasi sebagai bagian dari strategi memperkuat ekonomi desa dan memperluas akses ekonomi nasional.
Instruksi Presiden Nomor 17 Tahun 2025 juga mengatur percepatan pembangunan gerai, gudang, dan perlengkapan bagi Kopdes Merah Putih.
Menurut data Dashboard Merah Putih Kementerian Koperasi, terdapat 83.762 Kopdes Merah Putih yang telah terbentuk di seluruh Indonesia.
Menteri Koperasi Ferry Juliantono sebelumnya menyatakan bahwa pemerintah menargetkan jaringan gerai dan gudang Kopdes Merah Putih dapat beroperasi penuh pada April–Mei 2026 melalui pembangunan fisik oleh PT Agrinas Pangan Nusantara dan kolaborasi antar-kementerian/lembaga.
Dalam berbagai kesempatan, pemerintah menegaskan bahwa Kopdes Merah Putih tidak hanya ditujukan untuk layanan simpan pinjam, tetapi juga sebagai infrastruktur operasi pasar, penyalur pangan bersubsidi, serta mitra bagi pelaku usaha mikro dan petani di desa.
Kementerian Koperasi dan Kementerian Sosial saat ini tengah membahas skema penyaluran serta integrasi sekitar 18 juta penerima PKH melalui sistem pembelanjaan kebutuhan pokok di gerai koperasi.
Finalisasi teknis masih menunggu penandatanganan nota kesepahaman kedua kementerian, termasuk pengaturan tata kelola, validasi data anggota, dan mekanisme pengawasan.





