Pemkot Bandung Usulkan Konsep Dwi Bandara Saat Aktivasi Husein Sastranegara

foto/istimewa

sekilas.co – Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, mengusulkan konsep dwi bandara, yakni pengoperasian bersama Bandara Husein Sastranegara di Bandung dengan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) di Majalengka.

Menurutnya, opsi dwi bandara ini akan memperkuat ekosistem transportasi udara di Jawa Barat. Pengaktifan kembali Bandara Husein Sastranegara diharapkan dapat meningkatkan laju transportasi udara di Kota Bandung sekaligus berperan strategis sebagai ‘satelit’ yang mendukung BIJB di Kertajati, Majalengka.

Baca juga:

“Kami menyarankan agar kedua bandara dioperasikan secara simultan, jangan menunggu yang satu berkembang dulu baru yang lain menyusul. Kalau hanya menunggu, kita tidak akan bergerak,” ujar Farhan dalam keterangannya, Jumat, 3 Oktober 2025.

Konsep dwi bandara, lanjut Farhan, merupakan hasil kajian bersama Pemerintah Kota Bandung, Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Jawa Barat. Dalam kajian tersebut, PT Dirgantara Indonesia (PTDI), Lanud Husein Sastranegara, serta PT Angkasa Pura II juga memberikan masukan terkait konsep dwi bandara ini.

Meski begitu, kata Farhan, aktivasi Bandara Husein Sastranegara menjadi tantangan besar bagi Kementerian Perhubungan, mengingat pemerintah pusat menekankan Kertajati sebagai hub utama. “Kemenhub terbuka terhadap ide kami, tetapi mereka berpatokan pada perintah presiden untuk mengaktifkan Kertajati. Kami menawarkan solusi dengan menghidupkan keduanya,” ujarnya.

Ia juga menekankan perlunya insentif bagi maskapai dan pelaku usaha untuk memanfaatkan kedua bandara tersebut. “Intervensi kepada dunia usaha penerbangan agar memajukan Kertajati harus dibarengi insentif bagi Husein,” tambahnya.

Riwayat Bandara Husein Sastranegara

Bandara Husein Sastranegara berdiri di atas lahan seluas 145 hektare. Lokasinya hanya tiga kilometer dari Tol Pasteur, dengan waktu tempuh sekitar 15 menit dari pusat kota Bandung. Bandara ini juga terhubung ke Stasiun Cimindi, yang dapat dijangkau dalam 10–15 menit menggunakan kereta.

Husein Sastranegara dibangun pada 1920 oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan nama Lapangan Terbang Andir atau Vliegveld Andir. Setelah Indonesia merdeka, bandara ini diambil alih oleh Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) pada 1950 dan berganti nama menjadi Husein Sastranegara, untuk menghormati pahlawan penerbangan Indonesia. Namun, pada Oktober 2023, pemerintah menutup bandara tersebut, dan seluruh penerbangan dipindahkan ke Kertajati. Ada tujuh rute yang dialihkan, yaitu Banjarmasin, Batam, Denpasar, Makassar, Balikpapan, dan Palembang.

Kini, Pemkot Bandung mengusulkan agar Bandara Husein kembali difokuskan pada rute domestik unggulan, seperti Denpasar, Medan, dan Balikpapan. Untuk rute internasional, penerbangan ke Kuala Lumpur diprioritaskan karena tingginya permintaan wisata dan perdagangan.

Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, optimistis bahwa aktivasi dua bandara akan mendorong pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Pada semester pertama 2025, ekonomi Kota Bandung tumbuh 5,42 persen, didorong oleh terkendalinya inflasi serta meningkatnya kunjungan wisatawan nusantara maupun mancanegara. Menurutnya, tingkat hunian hotel pada Agustus 2025 rata-rata mencapai 56,38 persen, bahkan hotel berbintang lebih dari 60 persen. “Ini menunjukkan wisatawan yang datang memiliki daya beli premium,” ujarnya.

Farhan menargetkan penyusunan masterplan gabungan Husein–Kertajati dalam 12 bulan ke depan, agar dapat diluncurkan sebagai “West Java Twin Airport” pada akhir 2026. Konsep ini disebut selaras dengan strategi West Java Aero Gateway, yang diharapkan menjadi pintu gerbang transportasi udara dan pariwisata Jawa Barat.

Wakil Ketua DPR RI, Saan Mustafa, mendukung pengaktifan dua bandara di Jawa Barat. Ia menilai Bandara Husein merupakan aset penting yang tidak boleh dibiarkan mati. “Jawa Barat ini punya dua bandara: Kertajati dan Husein. Bandara Husein memiliki sejarah panjang sebelum BIJB hadir. Kita sepakat jangan sampai untuk menghidupkan yang satu, yang lain justru dimatikan. Akhirnya dua-duanya mati. Yang mati tidak hidup-hidup, yang hidup malah mati. Ini yang kita alami hari ini,” ujar Saan.

Artikel Terkait