Anggota DPR Minta Bos Trans7 Jalani 40 Hari di Pesantren

foto/istimewa

sekilas.co – Anggota Komisi VIII DPR, Maman Imanulhaq, meminta pimpinan stasiun televisi swasta Trans7 untuk mencoba tinggal dan belajar di pondok pesantren. Stasiun televisi milik Chairul Tanjung tersebut menjadi sorotan publik serta mendapat kritik dan aksi demonstrasi usai menayangkan program yang dinilai melecehkan kiai dan santri.

Sekali-kali para direktur atau pimpinan elite Trans7 mondok di pesantren selama 40 hari,” ujar Maman dalam audiensi yang digelar di kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta, pada Kamis, 16 Oktober 2025.

Baca juga:

Adapun DPR menggelar audiensi bersama manajemen Trans7, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), serta Himpunan Alumni Santri Lirboyo (Himasal) pada hari ini. Pertemuan tersebut berlangsung di ruang rapat Komisi IV DPR, Gedung Nusantara.

Rapat dipimpin oleh Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Cucun Ahmad Syamsurijal. Hadir pula Ketua Fraksi PKB DPR Jazilul Fawaid dan Wakil Ketua Komisi X DPR Lalu Hadrian Irfani dalam audiensi tersebut. Selain Maman Imanulhaq, turut hadir anggota Komisi I DPR Oleh Soleh serta anggota Komisi X DPR Habib Syarief Muhammad. Seluruh perwakilan DPR yang hadir berasal dari Fraksi PKB.

Audiensi ini menjadi tindak lanjut dari persoalan yang melibatkan Trans7 dan lembaga pesantren. Dalam rapat tersebut, Maman Imanulhaq menyampaikan bahwa publik selama ini masih memandang pesantren dengan cara pandang yang usang.
“Orang di luar pesantren melihat pesantren itu masih memakai perspektif lembaga keagamaan abad ke-18,” ujar Maman. “Padahal, ini sudah abad ke-21, di mana pesantren justru terbuka terhadap nilai-nilai demokrasi.”

Ia juga menegaskan bahwa tidak ada lembaga lain yang benar-benar melakukan pembelaan, memperjuangkan nilai-nilai konstitusi, serta berperan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa selain pesantren.

Menurut Maman, para kiai, ustaz, dan santri menjalani kehidupan dengan berlandaskan nilai keikhlasan. Ia mencontohkan, ada santri yang tidak mampu membayar biaya pendidikan, namun tetap diterima karena biayanya ditanggung oleh kiai. Ada pula santri yang membantu bekerja di pesantren karena merasa malu tidak bisa membawa uang.

Tak hanya itu, Maman juga bercerita pernah bertanya soal gaji kepada seorang ustaz.
“Dia bilang, ‘Jangan tanya kami soal gaji, karena bagi kami berkah itu jauh lebih penting daripada gaji’,” tutur Maman menirukan jawaban sang ustaz.

Maman kemudian meminta agar stasiun televisi dan pemerintah turut berperan dalam menyebarkan literasi tentang kehidupan pesantren.
“Jadi, tolong, literasi kita tentang pesantren itu harus dibuka. Dan mohon maaf sekali lagi, hentikan seluruh program yang sejenis,” ujar Maman.

Artikel Terkait