Nezar Patria Tegaskan Akun Medsos Tidak Jadi Masalah Jika Terverifikasi

foto/istimewa

Sekilas.co – Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi), Nezar Patria, menegaskan pemerintah tidak mempermasalahkan jumlah akun media sosial yang dimiliki seseorang, asalkan semuanya terverifikasi melalui single ID atau digital ID.

“Kalau misalnya single ID dan digital ID ini bisa diterapkan, sebetulnya tidak masalah seseorang memiliki satu, dua, atau tiga akun medsos, selama autentikasi dan verifikasinya dapat dilakukan,” ujar Nezar di Gedung Magister Manajemen (MM) Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Kamis.

Baca juga:

Pernyataan itu disampaikan Nezar menanggapi wacana anggota DPR RI yang mengusulkan satu orang hanya diperbolehkan memiliki satu akun medsos.

Ia menegaskan usulan tersebut perlu diluruskan karena yang dimaksud lebih tepat dipahami sebagai penguatan tata kelola data berbasis identitas digital, bukan pembatasan akun.

“Satu akun ini mungkin yang harus diklarifikasi, ini merujuk pada single ID dan digital ID,” ujarnya.

Nezar memastikan regulasi ini tidak dimaksudkan untuk membatasi kebebasan berekspresi.

“Tidak ada pembatasan kebebasan berekspresi di sini. Ini hanya untuk memitigasi risiko dari konten-konten negatif,” jelasnya.

Ia menjelaskan, sistem single ID sebenarnya bukan hal baru karena pemerintah telah lama mencanangkannya melalui kebijakan Satu Data Indonesia, Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), dan Permendagri tentang Identitas Kependudukan Digital (IKD).

Sistem ini memungkinkan verifikasi dan autentikasi kependudukan yang lebih kuat.

“Yang kita inginkan adalah ruang digital yang aman dan bertanggung jawab bagi publik sehingga bisa membawa lebih banyak manfaat,” ucapnya.

Menurut Nezar, tata kelola data pribadi perlu dituntaskan dari hulu ke hilir.

Di hulu, proses registrasi kartu SIM harus sesuai dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) agar setiap pengguna tercatat dengan identitas yang benar. Saat ini, satu NIK masih bisa digunakan untuk mendaftarkan maksimal tiga nomor per operator seluler. Namun, celah ini kerap disalahgunakan, misalnya lewat praktik cloning data dan jual-beli SIM prabayar secara bebas.

“Akibatnya, scamming dan kejahatan online dengan identitas palsu atau memakai data orang lain terjadi,” kata Nezar.

Sementara di hilir, platform media sosial dituntut memiliki mekanisme pengendalian agar setiap akun dapat ditelusuri (traceable) ke identitas digital pemiliknya.

Dengan begitu, penyebaran konten negatif dapat dicegah dan tetap ada pertanggungjawaban hukum jika pelanggaran terjadi.

“Boleh punya akun berapa pun, tetapi harus ada traceability, bisa dilacak ke single ID atau digital ID. Sehingga kalau ada konten negatif yang melanggar norma, ada pertanggungjawabannya,” tutur Nezar.

Sebelumnya, anggota Komisi I DPR Oleh Soleh mengusulkan pelarangan akun media sosial ganda karena dinilai rawan disalahgunakan dan menimbulkan keresahan.

“Baik di YouTube, Instagram, maupun TikTok, akun ganda sangat merusak. Akun ganda pada akhirnya disalahgunakan dan tidak mendatangkan manfaat bagi masyarakat maupun pengguna asli,” ujar Oleh.

Senada, Sekretaris Fraksi Partai Gerindra DPR Bambang Haryadi menyarankan satu orang hanya diperbolehkan memiliki satu akun di setiap platform. Ia memberi contoh aturan di Swiss yang membatasi satu warga hanya menggunakan satu nomor ponsel untuk berbagai layanan, termasuk media sosial.

Bambang menekankan media sosial harus dapat dipertanggungjawabkan. Ia juga menyinggung fenomena akun anonim dan pendengung (buzzer) yang kerap memprovokasi isu tertentu.

“Kita paham bahwa era media sosial sangat brutal. Kadang isu yang belum pas dibesar-besarkan hingga mempengaruhi kelompok-kelompok yang seharusnya rasional,” terang Bambang.

Artikel Terkait